fbpx

Kebijakan Ekonomi Ala Rasulullah SAW (571 – 632 M)

Ilustrasi Pasar Tradisional (Gambar dari Aljazeera)
  1. Pengantar

Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena rujukan utama pemikiran Islam adalah Al-Quran dan Hadits, maka pemikiran ekonomi munculnya bersamaaan dengan diturunkannya wahyu sekitar akhir abad ke-6 hingga awal abad ke-7.


Sejak masa tersebut, banyak sarjana muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi. Karya-karya para pemikir Islam sangat berbobot, memiliki dasar argumentasi yang sangat religius dengan corak intelektual yang begitu kuat. Karya-karya mereka didukung oleh fakta-fakta empiris pada waktu itu. Temuan yang tertuang dalam karya-karya mereka juga mengandung nilai futuristik yang tinggi di mana para pemikir ekonom barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian.

Hasil mahakarya pemikir-pemikir muslim melahirkan konsep ekonomi yang diadopsi hampir di seluruh penjuru dunia, di mana barat saat itu masih dalam kegelapan ilmu pengetahuan (dark age). Pada masa tersebut, Islam menduduki puncak kejayaannya dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan.

Dalam artikel ini penulis akan memaparkan kepada pembaca tentang jejak sejarah, sistem, dan corak perekonomian yang dibangun oleh Rasulullah SAW selama periode Madinah yaitu pasca peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW bersama para sahabat dari Mekah ke kota Madinah. 

Sentuhan sejarah sangatlah penting dalam sebuah pemahaman terhadap suatu ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW dan para sahabatnya tentu merupakan contoh terbaik dalam menerapkan perekonomian Islam.  

  1. Hijrah ke Tanah Subur 

Rasulullah SAW bersama para sahabatnya melakukan hijrah (berpindah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik) dari kota Mekah menuju Yatsrib (nama kota Madinah sebelum Hijrah). 

Yatsrib adalah kota dengan tanah yang sangat subur, mayoritas penduduknya adalah petani. Setibanya di kota Yatsrib,  Rasulullah SAW disambut dengan penuh hangat. Penduduk Yatsrib bersuka cita dan sangat bergembira atas kedatangan Rasulullah SAW. Sejak saat itu, Yatsrib kemudian berganti nama menjadi kota Madinah. 

Kota Madinah mengalami banyak perubahan, mulai dari tata kelola kehidupan masyarakat sampai pembersihan Madinah dari tradisi nenek moyang yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Madinah menjadi basis kekuatan politik dengan jumlah pemeluk agama Islam yang semakin bertambah. Madinah menjadi negara baru di tengah-tengah bangsa Arab meski saat itu mobilitas ekonomi di Madinah tergolong masih sangat rendah. 

Perekonomian Islam mulai tumbuh di kota Madinah di mana sebelumnya pada periode Mekah masyarakat muslim belum sempat membangun perekonomian Islam. Hal tersebut disebabkan pada masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang kafir Quraisy. Barulah pada periode Madinah, Rasulullah SAW mulai memimpin masyarakat Madinah menuju kehidupan sosial yang sejahtera dan beradab.  

  1. Membangun Perekonomian Umat

Meski masyarakat Madinah saat itu berkehidupan sejahtera, namun perekonomian yang berjalan di Madinah masih relatif sederhana. Prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan perekonomian Islam sedikit demi sedikit telah ditanamkan oleh Rasulullah SAW. Karakter umum dari perekonomian Islam pada masa itu adalah komitmen yang tinggi terhadap etika dan norma serta perhatian yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. 

Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariat Islam. Sumber daya ekonomi tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang, melainkan harus beredar bagi kesejahteraan seluruh masyarakat. Pasar memiliki peranan penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan masyarakat juga bertindak aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan. 

Mata pencaharian mayoritas penduduk Madinah adalah berdagang, sebagiannya bertani, berternak, dan berkebun. Berbeda dengan Mekah yang gersang, struktur tanah di Madinah sangat subur sehingga pertanian, peternakan, dan perkebunan dapat dilakukan dengan baik di kota ini. 

Kegiatan ekonomi di pasar dengan sistem perekonomian yang dibangun Rasulullah SAW  relatif menonjol pada masa itu guna menjaga mekanisme pasar agar roda ekonomi tetap berputar dalam bingkai etika dan moralitas Islam. 

Rasulullah SAW mendirikan Al-Hisbah, sebuah institusi yang berfungsi untuk melakukan pengawasan pasar (Market Controller). Rasulullah SAW juga membentuk Baitul Maal yang berfungsi melakukan pengelolaan keuangan. Dengan adanya sistem tersebut khususnya keberadaan Baitul Maal, tujuan Falaah (menciptakan kesejahteraan masyarakat) melalui perekonomian Islam dapat terwujud. 

  1. Sumber Daya dalam Membangun Perekonomian Umat

Rasulullah SAW mengawali pembangunan Madinah dengan tanpa sumber keuangan yang pasti, sementara distribusi kekayaan masyarakat saat itu juga timpang. Kaum Muhajirin (orang Mekah yang berpindah ke Madinah, dan penduduk asli Madinah disebut Anshar) tidak memiliki kekayaan karena saat melakukan hijrah mereka meninggalkan seluruh hartanya di Mekah kecuali hanya sedikit yang mereka bawa. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar sehingga dengan sendirinya terjadi redistribusi kekayaan.

Allah SWT mengabadikan kebaikan orang-orang Anshar kepada orang-orang Muhajirin dalam Q.S. Al-Hasyr ayat 9:

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan orang-orang (Anshor) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”

Kebijakan ini sangat penting sebagai strategi awal dalam membangun kota Madinah. Selanjutnya, untuk membangun perekonomian Madinah, Rasulullah SAW mendorong kerja sama usaha di antara anggota masyarakat seperti Muzara’ah, Mudharabah, Musaqoh dan lain sebagainya, sehingga terjadi peningkatan produktivitas ekonomi.

 

Selain masyarakat yang sudah mencapai kesejahteraan, sejalan dengan itu, penerimaan negara mengalami peningkatan. Sumber pemasukan saat itu paling besar dari zakat dan ushr meski saat itu terdapat sumber-sumber pemasukan lainnya seperti Jizyah, Kharaz, Ghanimah, Fay’i, Khumus, Amwal Fadhila, Nawaib, dan Shadaqoh. 

 

  1. Sistem Perekonomian Islam 

Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW yang berakar dari prinsip-prinsip Al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya, khususnya di bidang ekonomi.

Pada dasarnya, Islam tidak membatasi kepemilikan pribadi, alat-alat produksi, barang dagangan, ataupun perdagangan, tetapi hanya melarang perolehan kekayaan melalui cara-cara yang zalim atau melanggar ketentuan syariat Islam. 

Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

 ثَمَنُ الخَمْرِ حَرَامٌ, وَمَهْرُ البَغْيِ حَرَامٌ, وَثَمَنُ الكَلْبِ حَرَامٌ, وَ الكُوْبَةُ حَرَامٌ, وَإِنْ أَتَاكَ صَاحِبُ الكَلْبِ يَلْتَمِسُ ثَمَنَهُ فَأَمْلَأ يَدَيْهِ تُرَابًا وَ الخَمْرُ وَ المَيْسِرُ وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ 

 

“Hasil penjualan khamr haram, hasil melacur haram, hasil penjualan anjing haram, main dadu haram. Apabila pemilik anjing datang kepadamu meminta hasil penjualan anjingnya, maka sesungguhnya ia telah memenuhi kedua tangannya dengan tanah. Khamr, judi dan setiap minuman yang memabukkan adalah haram“.

Setiap aktivitas ekonomi yang dapat mendatangkan uang dalam jangka waktu yang singkat, seperti perjudian, penimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar gelap, spekulasi, korupsi, dan riba, bukan saja tidak sesuai dengan hukum alam dan dilarang, namun pelakunya mendapat ancaman dosa dalam syariat Islam. 

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 278:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِين

“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah oleh kalian segala bentuk transaksi Ribawi jika kalian benar-benar orang yang beriman”

 

Islam dengan tegas dan keras melarang segala bentuk praktik ribawi atau bunga uang. Segala jenis praktik ribawi merupakan bentuk eksploitasi yang nyata. Islam melarang eksploitasi dalam bentuk apapun, apakah itu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin, oleh penjual terhadap pembeli, oleh majikan terhadap budaknya, oleh laki-laki terhadap wanita, oleh atasan terhadap bawahannya dan lain sebagainya.

  1. Kesimpulan 

Dari pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam perekonomian Islam di masa Rasulullah SAW terdapat nilai dan karakteristik sebagai berikut: 

  1. Perekonomian Islam lahir bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

  2. Perekonomian Islam mengeluarkan masyarakat dari sistem yang zalim seperti ribawi yang sudah ada sejak sebelum kedatangan Islam.

  3. Ekonomi dibangun dari asas kebersamaan dan persaudaraan antar masyarakat.
  4. Kekayaan yang dimiliki tidak boleh ditimbun namun harus diputar sehingga tercipta pergerakan ekonomi yang kondusif dan stabil.
  5. Eksploitasi dalam bentuk apapun termasuk riba harus dihilangkan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam dan keuangan syari’ah.
  6. Redistribusi kekayaan dengan sedekah, zakat, dan hibah dapat mengeliminasi berbagai konflik individu dan mempersatukan tali persaudaraan.
  7. Menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela (sunnah) terhadap para individu yang memiliki harta kekayaan lebih untuk membantu anggota masyarakat yang tidak mampu.
  8. Pemerintah berperan penting dalam dan menjaga stabilitas ekonomi negara sera menyejahterakan masyarakat, termasuk pemberian modal usaha, mempertemukan masyarakat dalam transaksi ekonomi, dan membantu masyarakat yang kurang mampu melalui Baitul Maal atau harta penerimaan negara.
Bagikan Artikel Ini :
Scroll to Top