Setelah sepuluh tahun, Suriah terus menjadi negara pengungsi terbesar di dunia. Lebih dari 6,6 juta warga Suriah terpaksa meninggalkan negara mereka sejak 2011 dan 6,7 juta orang lainnya masih mengungsi. Sebagian besar (sekitar 5,5 juta pengungsi) telah menemukan perlindungan di negara-negara tetangga, terutama di Turki, Lebanon, Yordania, Irak, dan Mesir.
- Kapan krisis pengungsi Suriah dimulai?
Krisis pengungsi Suriah adalah hasil dari tindakan keras pemerintah Maret 2011 terhadap demonstrasi publik untuk mendukung sekelompok remaja yang ditangkap karena grafiti anti-pemerintah (mural) di kota selatan Daraa. Penangkapan tersebut memicu demonstrasi publik di seluruh Suriah yang ditindas dengan keras oleh pasukan keamanan pemerintah.
Konflik dengan cepat meningkat dan negara itu jatuh ke dalam perang saudara yang memaksa jutaan keluarga Suriah keluar dari rumah mereka. Sepuluh tahun kemudian, jumlah pengungsi Suriah hampir tidak berkurang dan lebih dari 13 juta orang masih membutuhkan bantuan kemanusiaan – dan lebih dari 6 juta pengungsi dengan level sangat membutuhkan bantuan kemanusian untuk bertahan hidup.
- Apa yang terjadi di wilayah di Idlib sekarang?
Cuaca ekstrim disertai hujan deras, angin kencang, dan banjir telah melanda wilayah barat laut Suriah setiap musim dingin tiba. Kondisi ekstrim menghancurkan tenda, persediaan makanan, dan membuat puluhan ribu keluarga pengungsi Suriah kehilangan tempat tinggal selama hampir 6 bulan musim dingin berlangsung. Lebih dari 140.000 orang telah terkena dampak dan setidaknya 25.000 tenda telah hancur.
Diperburuk dengan tingkat kekerasan di Idlib yang tercatat pada Desember 2019 dan Februari 2020 memaksa tambahan satu juta orang meninggalkan rumah mereka. Mayoritas sekitar 80 persen dari mereka yang telah meninggalkan Idlib dan sekitarnya adalah perempuan dan anak-anak.
- Di mana pengungsi Suriah tinggal? Apakah semua pengungsi Suriah tinggal di kamp-kamp pengungsi?
Pengungsi Suriah telah mencari suaka di lebih dari 130 negara, tetapi sebagian besar tinggal di negara-negara tetangga seperti Turki, Lebanon, Yordania, Irak, dan Mesir. Turki sendiri menampung populasi terbesar 3,6 juta.
Sekitar 92 persen pengungsi yang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan, dengan hanya sekitar 5% yang tinggal di kamp-kamp pengungsi. Namun, tinggal di luar kamp pengungsi tidak selalu berarti kesuksesan atau stabilitas. Lebih dari 70 persen pengungsi Suriah hidup dalam kemiskinan, dengan akses terbatas ke layanan dasar, pendidikan atau kesempatan kerja dan sedikit prospek untuk kembali ke rumah.
- Apa tantangan terbesar Suriah?
Kemiskinan dan pengangguran adalah beberapa tantangan terbesar yang dihadapi pengungsi Suriah, yang telah diperburuk selama pandemi COVID-19. Lebih dari 70 persen pengungsi Suriah hidup dalam kemiskinan sesuai dengan laporan Bank Dunia melalui lembaga kemanusiaan UNHCR memperkirakan bahwa tambahan 1 juta pengungsi Suriah, bersama dengan 4,4 juta anggota komunitas yang memiliki rumah di Yordania, Lebanon dan Irak, saat ini mereka didorong oleh keadaan ke dalam jurang kemiskinan pada 2021 akibat dari pandemi.
Jutaan orang telah kehilangan mata pencaharian dan semakin tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk mengakses air bersih, listrik, makanan, obat-obatan, dan membayar sewa. Kemerosotan ekonomi juga telah mengekspos mereka pada berbagai risiko perlindungan, seperti pekerja anak, kekerasan berbasis gender, pernikahan dini dan bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
Pengungsi yang tinggal di kamp pengungsi atau situasi seperti kamp juga menghadapi peningkatan risiko infeksi COVID-19. Kondisi yang penuh sesak di kamp-kamp pengungsi membuat sulit untuk menerapkan protokol COVID-19 sebagai langkah-langkah kesehatan masyarakat seperti sering mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak agar tidak terjadi kontak fisik secara langsung.
- Bagaimana anak-anak Suriah terkena dampak krisis ini?
Sepuluh tahun krisis telah berdampak besar pada anak-anak Suriah. Mereka telah terkena kekerasan dan serangan tanpa pandang bulu, kehilangan orang yang mereka cintai, rumah mereka, harta benda mereka dan semua yang pernah mereka ketahui. Mereka tumbuh tanpa mengetahui apa-apa selain krisis. Saat ini, sekitar 45 persen pengungsi Suriah di wilayah tersebut berusia di bawah 18 tahun dan lebih dari sepertiganya tidak memiliki akses pendidikan.
Hak-hak anak selama krisis dirusak setiap hari. Semakin banyak anak-anak Suriah yang menjadi korban pekerja anak, seperti kasus di Lebanon hampir dua kali lipat hanya dalam satu tahun.
- Apa yang dilakukan INSANI untuk membantu warga Suriah?
INSANI dalam 2 tahun terakhir hadir memberikan penyelamatan darurat, menyuplai kebutuhan air bersih, makanan, dan perawatan medis untuk keluarga yang terpaksa bertahan hidup di pengungsian. INSANI atas dukungan sahabat inisiator kebaikan juga telah membantu masyarakat Suriah dengan membangun hunian sementara (shelter) dengan fasilitas yang cukup bagi keluarga untuk bertahan hidup.
Di masa pandemi, Suriah sangat butuh aksi kemanusiaan yang lebih intens dari sebelumnya. Tindakan mendesak yang akan dilakukan INSANI adalah menggenjot upaya untuk menghadapi dan menahan penyebaran COVID-19 di kamp-kamp pengungsian. Aksi kemanusiaan ini akan mendukung hampir 800.000 pengungsi Suriah. Selain itu INSANI juga akan memberikan bantuan tunai darurat untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan paling dasar dan mendesak mereka.
Peran penting ini harus disikapi oleh banyak pihak, sikap kedermawanan bangsa Indonesia yang begitu tinggi, tentu akan mengimbangi gerakan kemanusiaan di Suriah. Maka dari itu INSANI mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dalam mengupayakan aksi kemanusiaan ini agar berjalan dengan baik dan sukses.
Kita semua harus menjadi bagian dari usaha melepas kesulitan hidup yang dirasakan oleh saudara-saudara kita di Suriah, terlebih untuk ibu-ibu hamil dan anak-anak. Mari bersama menjadi Inisiator Kebaikan.