BMKG Juanda mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh fenomena La Nina moderat. Kepala BMKG Juanda, Taufiq Hermawan, mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah di Jawa Timur untuk waspada dan melakukan langkah antisipasi agar bencana hidrometeorologi, yakni bencana yang berkaitan dengan iklim, tidak menyebabkan korban jiwa.
Menurut Taufiq, puncak musim hujan diperkirakan berlangsung pada Desember, Januari, dan Februari. Untuk mengurangi intensitas hujan di wilayah yang terdampak banjir, BMKG telah melakukan modifikasi cuaca di Jawa Timur sejak 18 hingga 29 Desember 2024. Prioritas diberikan pada daerah yang sudah mengalami banjir seperti wilayah tapal kuda, Bojonegoro, dan Trenggalek. Modifikasi ini bertujuan mengurangi intensitas curah hujan tanpa menghentikannya sepenuhnya.
Di Surabaya, banjir di beberapa kawasan disebabkan oleh hujan intens selama empat jam dan saluran pembuangan yang tersumbat sampah. Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Surabaya, Samsul Hariadi, menyatakan bahwa pihaknya telah mengerahkan puluhan mobil tanki air dan pemadam kebakaran untuk mempercepat penyedotan air. Kendala utama adalah keterbatasan lahan untuk resapan dan penampungan air, yang seharusnya bisa diatasi dengan pembangunan waduk atau penggunaan struktur seperti box culvert, meskipun biayanya tinggi.
Sementara itu, Kepala BPBD Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, menjelaskan bahwa posisi geografis Surabaya yang berada di hilir membuatnya harus menampung limpasan air dari wilayah hulu. Selain menyiagakan personel untuk menangani banjir, BPBD juga membuka peluang untuk rekayasa teknis guna mengatasi ancaman hidrometeorologi. Banjir rob yang disebabkan naiknya permukaan air laut juga menjadi ancaman, terutama di kawasan utara dan timur Surabaya. Agus memuji inisiatif warga yang membuat kolam atau tandon penampungan air rob di rumah mereka sebagai langkah kearifan lokal yang dapat membantu mitigasi banjir.
Sumber : VOA Indonesia