Kisah Pilu Korban Gempa Sulawesi Barat

Relawan INSANI bersama Hajah Miah di tenda pengungsian (Foto : Dok. INSANI)
Bagikan

Mamuju- Tim relawan dari lembaga INSANI Indonesain Human Care bertolak ke Mamuju pada kamis (21/01) untuk menyalurkan bantuan secara langsung kepada korban gempa di Kec. Ulu Malunda dan Kec. Tempalang Kab. Majene dan Kota Mamuju, Sulawesi Barat.

Previous slide
Next slide

Saat relawan INSANI meyambangi warga yang terdampak gempa dari tenda ke tenda, kami menemukan terbatasnya tenda-tenda pengungsian untuk para korban gempa bertahan selama masa pemulihan dan berlindung dari gempa susulan yang masih sering terjadi. WC umum, air bersih, popok bayi, selimut, tenda, tikar, dan makanan pokok saat ini menjadi kebutuhan yang sangat mendesak bagi para pengungsi.

 

 

Saat kejadian gempa, warga berhambur mengungsi ke dataran yang lebih tinggi karena khawatir terjadi gempa susulan yang disertai gelombang tsunami, namun naasnya justru di bukit-bukit terjadi longsor akibat gempa. 

 

 

“Kami, pak rata-rata lari ke gunung karena takut gempa susulan terus ada tsunaminya, tapi kami di sini juga takut kalo tempat kami mengungsi ini terjadi longsor, sebagian warga yang tidak punya terpal dan tenda mereka numpang-numpang saja sama warga yang lain,” ungkap Pak Nashruddin saat diwawancarai oleh Fajriadi relawan INSANI.

 

 

Pak Nashruddin sangat ketakutan, sebab ketika gempa 6,2 SR mengguncang sekitar pukul 02.28 WITA dini hari, listrik seketika padam. Warga panik sebab belum pernah mengalami gempa sedahsyat itu. Ketakutan itu membuat Pak Nashruddin tidak menyadari bahwa ia sudah menggendong anak balitanya, namun tetap berteriak mencari anaknya sambil menangis.

 

Relawan INSANI memberikan bantuan sembako kepada Pak Nashruddin, salah seorang pengungsi (Foto : Dok INSANI)

“Saya, pak malam itu, langsung meloncat dari tempat tidur pergi keluar, karena tiba-tiba goncanganya sangat kuat sekali, lantai rumah saya itu sampai hancur dan meloncat ke atas. Pas saya keluar, saya teriak mana anakku, mana anakku sambil menangis karena lupa sama anak saya, tapi istri saya bilang “bapak, itu anakmu sudah kamu peluk”, lalu saya lihat alhamdulillah kata saya langsung.” lanjut pak Nashruddin.

 

 

Kisah lain datang dari seorang nenek berumur 68 tahun yang pasrah untuk mati saat gempa terjadi. Saat itu nenek Hajah Miah tengah melaksanakan shalat tahajud, tiba-tiba rumahnya diguncang gempa hingga membuatnya terjatuh saat shalat. Namun, Hajah Miah tetap melanjutkan shalatnya meski kaki kanannya sakit karena terjatuh dan tertimpa kayu.

 

Relawan INSANI bersama Hajah Miah di tenda pengungsian (Foto : Dok INSANI)

Hajah Miah diselamatkan oleh salah satu warga setempat dan kini dibuatkan tenda ala kadarnya untuk bertahan hidup sampai kondisi dinyatakan aman. 

 

“Saya itu, nak yang dirasakan malam itu bukan takut atau sedih, karena anak saya kan semua sudah besar dan di Kalimantan jadi saya gak takut. Tapi, saya malam itu sudah pasrah, ‘ya Allah kalau aku harus mati tidak apa-apa ya Allah’, itu kata saya pas saya jatuh itu nak, tapi tiba-tiba Ruslan itu tetangga saya langsung ngangkat saya dia bawa saya keluar, luka sih tidak ada tapi kaki kanan saya ini sakit mungkin memar karena ada kayu yang jatuh ke saya,” ujar nenek Hajah Miah kepada tim relawan INSANI, Muhammad Saufi.

 

 

Warga yang berada di tenda pengungsian juga mengalami kesulitan saat hendak memberikan asupan makanan kepada bayi mereka. Hal itu terjadi karena sulitnya mendapatkan air bersih. Ibu Arpa umur 27 tahun juga mengeluhkan susahnya buang air dan mandi karena di tempat ia mengungsi tidak ada WC umum. 

 


“Kalau kesulitan saya ini, pak terutama untuk anak saya, kalau saya sendiri, saya tidak pikirkan yang penting anak saya aman dulu, kasian anak saya, pak tiap malam dia menangis karena dingin, air juga sulit saya mau kasih makan dia jadi terhambat karena air bersih itu tidak ada pak, belum lagi kalau dia buang air besar mau bersihkannya susah mana kami tidak ada persediaan popok bayi juga di sini pak. Mandi buang air saya juga kesulitan karena di tempat kami di sini tidak ada WC nya, ada WC tapi jauh di sana, itupun antrinya juga panjang pak,” ungkap ibu Arpa kepada Tamsil relawan INSANI.

 

Relawan INSANI bersama Ibu Arpa dan anaknya di tenda pengungsian. (Foto : Dok INSANI)

Banyak harapan warga yang dititipkan kepada tim relawan INSANI untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Kesulitan yang sedang mereka hadapi saat ini benar-benar tidak bisa mereka hadapi sendiri, mereka membutuhkan bantuan dari semua kalangan. Bagi mereka yang terpenting adalah mereka dapat bertahan hidup selama berada di tenda-tenda pengungsian sampai situasi bisa normal kembali.

 

 

Tim INSANI akan terus menyalurkan bantuan untuk korban bencana. Kami mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bergotong royong membantu kesulitan yang dihadapi korban gempa di Sulawesi Barat. Saatnya kita jadi pahlawan untuk mereka.

 

Bagikan
Saksikan Video Dibawah Ini :
"Relawan INSANI Bergerak Menuju Lokasi Terdampak Gempa Sulbar"
Scroll to Top