Jual dan Beli dalam Pandangan Syari’at Islam

Transaksi Belanja Online (Gambar : Mediamodifier dari Pixabay)
Bagikan
  1. Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, tentu sahabat #inisiatorkebaikan tidak melewatkan suatu kegiatan yang sering sahabat kenal dengan sebutan jual dan beli, baik itu bentuknya jasa maupun berbentuk barang. Islam sendiri memiliki konsentrasi khusus yang membahas kegiatan ini. Dalam ilmu fiqih, jual dan beli tergolong dalam pembahasan mu’amalat (pergaulan antar sesama makhluk hidup).

Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhluk hidup yang saling membutuhkan. Mereka membutuhkan banyak hal untuk keberlangsungan hidupnya dan tidak semua yang mereka butuhkan mereka miliki, sehingga menuntut mereka untuk mencari apa yang mereka butuhkan. Atas dasar untuk saling memenuhi kebutuhan agar keberlangsungan hidup mereka berjalan dengan baik dan stabil, maka terjadilah aktivitas jual dan beli di antara mereka, yaitu tukar menukar barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan satu sama lainnya.

Namun, yang terjadi di masyarakat, jual dan beli ini terkadang menjadi hal yang melanggar aturan dan melanggar hak-hak orang lain. Seringkali Jual dan beli menjadi sarana untuk melakukan kezaliman seperti penipuan, pengambilan untung yang tidak sesuai, kecurangan dalam timbangan, kebohongan dalam transaksi penjualan, dan lain sebagainya. Maka dari itu, dalam artikel ini penulis akan memaparkan secara padat dan mendalam tentang aktivitas jual dan beli yang sesuai dengan kaidah-kaidah fiqih muamalat jual dan beli dalam syari’at Islam.

  1. Definisi Jual dan Beli Menurut Ulama Islam 

Dalam kitab Kifayatul Akhyar karangan Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini diterangkan lafaz Bai’ menurut bahasa artinya: memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu yang lain.

Bai’  secara istilah makna jual dan beli artinya: membalas suatu harta benda seimbang dengan harta benda yang lain, yang keduanya boleh di kendalikan dengan ijab qabul menurut cara yang dihalalkan oleh syari’at.

Menurut kitab Fathul Mu’in karangan Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz dijelaskan: secara bahasa, jual dan beli adalah menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan secara istilah makna jual dan beli adalah menukarkan harta dengan harta pada wajah tertentu.

Dalam kitab Fiqih Muamalah karangan Dimyaudin Djuwaini diterangkan, secara bahasa  al-Bai’ wa asy-Syiraa’ (jual dan beli) berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Di sini harta diartikan sebagai sesuatu yang memiliki manfaat serta ada kecenderungan manusia untuk menggunakannya. Dan cara tertentu yang di maksud adalah ungkapan akad di antara keduanya yaitu ijab dan qabul

Sedangkan dalam kitab Fiqih Sunnah buah karya Sayyid Sabiq Muhammad at-Tihami diterangkan, jual beli menurut pengertian bahasanya adalah saling menukar. Dan kata al-Bai’ (jual) dan asy-Syiraa’ (beli) biasanya digunakan dalam pengertian yang sama. Dua kata ini mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Sedangkan secara istilah menurut beliau, jual dan beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dibenarkan. 

  1. Dalil-Dalil Diperbolehkannya Jual dan Beli 

Allah SWT telah menghalalkan praktik jual dan beli terhadap hamba-hambanya. Landasan hukum halalnya jual dan beli terdapat dalam firman Allah SWT pada  Q.S. Al-Baqarah ayat 272:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Firman Allah SWT tentang larangan berbuat kebatilan dalam menghasilkan harta dan dihalalkannya perniagaan di antara sesama manusia terabadikan dalam Q.S, An-Nisa ayat 29:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Firman Allah SWT yang berkaitan dengan praktek jual dan beli pada saat musim haji Q.S. Al-Baqarah ayat 198:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”

Adapun penjelasan secara mendalam terkait ayat di atas, Syekh Aidh Abdullah Al-Qarni telah menjelaskan di dalam kitab tafsirnya Al-Muyassar sebagai berikut : 

ليس عليكم حرج في أن تطلبوا رزقًا من ربكم بالربح من التجارة في أيام الحج. فإذا دفعتم بعد غروب الشمس راجعين من «عرفات» -وهي المكان الذي يقف فيه الحجاج يوم التاسع من ذي الحجة- فاذكروا الله بالتسبيح والتلبية والدعاء عند المشعر الحرام -«المزدلفة»-، واذكروا الله على الوجه الصحيح الذي هداكم إليه، ولقد كنتم من قبل هذا الهدى في ضلال لا تعرفون معه الحق.

Tidak ada salahnya kalian meminta rezeki kepada Rabb kalian (Allah SWT) dengan melakukan jual beli (berdagang) selama musim haji. Jika kalian membayar setelah matahari terbenam dalam kondisi kembali dari Arafah -yang merupakan tempat bagi para peserta haji wukuf pada hari kesembilan Dzulhijjah- maka ingatlah Allah SWT dengan pujian dan doa dan permohonan di Al-Masyh’ar Al-Haram -di Muzdalifah- dan ingatlah Allah SWT dengan cara yang benar seperti yang Allah SWT telah ajarkan kepada kalian. Sungguh kalian berada pada kesesatan dan tidak mengetahui apapun tentang kebenaran sebelum hidayah (petunjuk dari Islam) ini datang kepada kalian.

Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan tentang transaksi jual dan beli dalam sabdanya:

Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan (cash). Apabila berlainan jenis, maka jual lah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan (cash)” (HR. Muslim).

Maka berdasarkan hadits ini, jual dan beli merupakan aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda :

“Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktik jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110).

Meski praktek jual dan beli halal secara Syari’at Islam, namun dalam praktiknya seringkali terjadi perilaku menyimpang seperti, penipuan dan kecurangan sehingga membuat  kecacatan pada proses transaksi tersebut. 

Penulis melihat begitu urgennya memahami secara baik fiqih dalam jual dan beli terutama bagi sahabat #inisiatorkebaikan yang berprofesi sebagai pebisnis atau bekerja di perusahaan bisnis dan perniagaan, agar sahabat terhindar dari kesalahan yang menjerumuskan ke dalam dosa dan terhindar dari harta haram yang dihasilkan saat transaksi jual dan beli. 

  1. Rukun dan Syarat Sahnya Jual dan Beli Dalam Islam 

Rukun Jual dan Beli dalam islam terlihat sangat sederhana, namun bila salah satu rukun dari rukun-rukun tersebut tidak terpenuhi pada sebuah transaksi jual dan beli, maka dipastikan praktik tersebut batal.

Adapun rukun jual beli adalah sebagai berikut:             

  1. Adanya penjual dan pembeli 

  2. Adanya barang atau jasa yang ditransaksikan 

  3. Adanya harga yang ditetapkan pada barang atau jasa tersebut 

  4. Serah terima antara kedua belah pihak 

Syarat-syarat sahnya praktik jual dan beli dalam Islam sebagai berikut: 

  1. Saling sepakat antara penjual dan pembeli (Ridho/rela)

  2. Kedua belah pihak telah baligh dan memiliki akal yang sehat 

  3. Barang yang dijual adalah milik penjual atau penjual sudah mendapatkan mandat untuk menjual barang tersebut dari pemilik barang 

  4. Barang yang dijual dapat diserahterimakan kepada pembeli 

  5. Harga barang harus diketahui sebelum kesepakatan 

  6. Barang yang dijual terlihat wujudnya atau jelas spesifikasinya

Pastikan dalam transaksi jual dan beli, sahabat #inisiatorkebaikan telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat di atas, agar transaksi sahabat dibenarkan sesuai syari’at Islam dan tentunya harta yang dihasilkan melalui keuntungan jual dan beli tersebut berstatus halal. 

Bagikan
Saksikan Video Dibawah Ini :
"Distribusi Sembako Tahap Pertama Bersama Lawan Covid 19"
Scroll to Top